Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah
Pertanyaan:
Mengapa surah “qul huwallāhu ahad” dinamakan dengan surah Al-Ikhlas? Apa sisi pendalilannya? Mengapa surah ini dikatakan mencakup tiga jenis tauhid? Saya mohon penjelasan akan hal tersebut.
Jawaban:
Surah Al-Ikhlas adalah firman Allah Ta’ala,
﴿قلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ۞ اللَّهُ الصَّمَد ۞ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ُ۞ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ﴾
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Ash-Shamad (Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara bagi-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4).
Dinamakan surah Al-Ikhlas karena dua hal, yaitu:
Pertama, Allah Ta’ala menjadikan surah tersebut murni untuk diri-Nya. Tidak ada di dalamnya perkataan kecuali tentang Allah Subhanahu wa ta’ala dan sifat-sifat-Nya.
Kedua, untuk seseorang yang membaca surah ini akan memurnikan akidahnya dari kesyirikan, jika dia membacanya dengan meyakini apa yang ditunjukkan surah tersebut.
Adapun sisi pendalilan nama tersebut mencakup tiga bentuk tauhid, yaitu:
Pertama, tauhid rububiyah;
Kedua, tauhid uluhiyah; dan
Ketiga, tauhid al-asmaa’ was shifaat.
Dalil yang berhubungan dengan tauhid uluhiyah adalah ayat,
(قل هو الله)
“Katakanlah Dialah Allah” (QS. Al-Ikhlas: 1).
Allah Ta’ala satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah Ta’ala. Inilah pendalilan tauhid uluhiyyah.
Sedangkan dalil yang berhubungan dengan tauhid rububiyyah dan tauhid al-asmaa’ was shifat ada dalam firman-Nya,
(الله الصمد)
“Allah-lah Ash-Shamad (Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu)” (QS. Al-Ikhlas: 2).
Firman Allah Ta’ala ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala yang Mahasempurna dalam sifat-sifat-Nya dan semua ciptaan-Nya bergantung kepada Allah Ta’ala. Kesempurnaan sifat-sifat Allah Ta’ala berkaitan dengan tauhid al-asma’ was shifat. Kebutuhan dan kebergantungan semua makhluk kepada-Nya merupakan dalil bahwa Dia adalah satu-satunya Tuhan yang menjadi tujuan manusia. Tujuannya untuk menghindarkan seorang hamba dari segala kesusahan dan hal-hal yang dibenci, serta tercapainya keinginan-keinginan dan segala kebutuhan.
Pada firman-Nya,
(أحد)
“… Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1).
memiliki kandungan tiga perkara tauhid. Allah Subhanahu wa ta’ala satu-satunya yang memiliki sifat-sifat seperti disebutkan di atas, yaitu secara uluhiyah (pengesaaan Allah dalam beribadah) dan kebergantungan para makhluk kepada-Nya. Allah Ta’ala melanjutkan surah tersebut dengan firman-Nya,
(لم يلد ولم يولد)
“Tidak memiliki anak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlas: 3).
Pada ayat ini terdapat bantahan terhadap kaum Nasrani yang mengatakan, “Sesungguhnya Isa Al-Masih adalah anak Allah.” Ayat ini juga membantah kaum Yahudi yang mengatakan, “‘Uzair adalah anak Allah.” Dan juga membantah kaum musyrikin yang mengatakan, “Sesungguhnya para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.” Pada ayat selanjutnya, Allah Ta’ala berfirman,
(لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفواً أحد)
“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara bagi-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 3-4)
Allah Ta’ala berfirman,
(ولم يكن له كفواً أحد)
“Dan tidak ada seorang pun yang setara bagi-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 4).
Ayat ini bertujuan untuk menunjukkan kesempurnaan sifat-sifat-Nya. Tidak ada satu pun yang setara dengan Allah Ta’ala dan tidak ada satu pun yang semisal dengan Allah Ta’ala.
Sumber: https://muslim.or.id/73261-fatwa-ulama-fawaid-seputar-surat-al-ikhlash.html
https://static.muslim.or.id/wp-content/uploads/2022/03/20220325-Fatwa-Ulama-Fawaid-Seputar-Surat-Al-Ikhlash-768x474.jpg |